“Selamat Jalan anakku, maafkan ayah. Semoga kau tenang dengan keadaanmu sekarang”. Itulah ucapan terakhir seorang ayah yang menangis di depan nisan putri tercintanya. Memang benar penyesalan itu selalu datang pada saat yang tak tepat. Seperti hal yang telah dilalui oleh Firman serta istrinya Yanti. Sepasang suami istri yang hanya bisa menyesali dan meratapi nasibnya.
Pagi itu, seperti biasa Firman berangkat kerja dengan penuh semangat agar dapat rezeki yang lebih baik dari hari kemarin. Firman hanyalah seorang buruh pabrik biasa, yang sehari-hari bekerja namun berpenghasilan pas-pasan. Meski begitu, Firman tak pernah patah semangat bila melihat wajah lugu putrinya yang berumur 6tahun yang memiliki cita-cita setinggi langit. Karena Kinan, putri satu-satunya yang berwajah polos selalu menceritakan mimpinya kepada ayahnya.
“Yah, pagi-pagi kok ngelamun, kenapa?”
“Enggak. Cuma pengen tersenyum saja kalau mengingat cerita kinan semalam.”
“Emang cerita apa sih?”
“Katanya dia ingin menjadi Dokter. Agar dapat mengobati orang sakit, terutama bila kita sudah tua kelak.”
“Anak itu memang memiliki mimpi yang sangat tinggi. Dan kita hanya bisa berdoa, agar semua mimpinya kelak bisa terwujud.”
“Yan, apa aku sanggup membiayai Kinan sampai menjadi Dokter? Sedangkan aku hanya seorang buruh pabrik. Jangankan untuk membiayainya sampai menjadi Dokter, untuk membelikannya mainan saja aku harus menabung beberapa waktu.”
“Ya sudah Yah, jangan terlalu difikirkan. Masih lama, Kinan saja baru kelas 1 SD kan yah?”
“Tapi aku berjanji Yan, sekuat tenaga aku akan mewujudkan mimpi Kinan. Diawali dengan hari ini, aku akan bekerja lebih giat.”
(tiba-tiba Kinan mendatangi ayahnya)
“Ayah . . .”
“Putri ayah sudah cantik?”
“Ibu aku mau berangkat diantar Ayah.”
“Kinan, nanti Ayah terlambat. Ibu saja ya yang mengantar Kinan?”
“Enggak mau. Karena lusa hari ulang tahunku dan ulang tahun Ayah. Jadi 2hari ini aku mau diantar Ayah.”
“Iya deh Ayah antar. Ulang tahun nanti, Kinan mau minta kado apa dari Ayah?”
“Aku mau boneka kelinci. Tapi yang ada pitanya ya yah? Lalu ayah mau minta kado apa dari Kinan?”
“Kinan, ayah hanya mau Kinan rajin belajar dan besok bisa menjadi dokter seperti yang Kinan inginkan. Sudah siang, pamit sama Ibu.”
Lalu Firman mengantarkan putrinya. Sampai di gerbang sekolah, entah kenapa Kinan tidak mau turun dari gendongan Ayahnya.
“Kinan, sudah sampai. Kenapa tidak turun?”
“Yah, Kinan izin libur aja ya Yah?”
“Lho kok libur? Katanya mau jadi dokter? Kok enggak mau sekolah?”
“Kinan ingin bersama Ayah.”
“Kinan, Ayah kan harus kerja nak, agar bisa membelikan boneka kelinci Kinan.”
“Iya dehh...”
Lalu Kinan turun dari gendongan Ayahnya dan langsung memasuki gerbang sekolahnya.
“Kinan kok lupa?”
“Ooo iya... Aku hampir lupa enggak cium Ayah.”
Setelah mencium putrinya dan melihat Kinan telah masuk ke gerbang sekolah, Firman langsung berangkat kerja. Siang itu, ditempat Firman bekerja ada clien dari luar kota. Yang memesan cukup banyak barang dan diminta diantar barangnya keluar kota. Firman bekerja di sebuah pabrik tekstil.
“Firman, siang ini kamu pergi Jogja. Mengantar pesanan barang ini dan cek semua barangnya.”
“Siang ini pak?”
“Iya siang ini. Dan mungkin kau harus menginap disana semalam. Karena, ada mesin yang harus kamu bawa kemari.”
“Mesin apa pak?”
“Kemarin saya memesan sebuah mesin baru untuk perusahaan kita.”
“Ya, baik pak.”
Menerima tugas mendadak dari atasannya, Firman menelfon Istrinya untuk bilang bahwa ia tidak pulang malam ini karena harus mengantar barang dan mengambil pesanan keluar kota. Yanti kembali mengingatkan Firman, bahwa besok adalah hari ulang tahun putrinya. Karena Kinan sangat berharapdi hari ulang tahunnya ini, Ayahnya ada bersamanya. Tanggal Lahir Firman sama dengan tanggal lahir Kinan. Dan disetiap ulang tahun Kinan, Firman selalu ada saja kesibukan lain di pabrik. Umur Kinan sudah 6tahun, dan seingat Kinan ia hanya 2tahun yang lalu merayakan ulang tahun bersama Ayahnya. Malam itu, dikamar Kinan, ia masih belum tidur.
“Kinan kok belum tidur nak? Minum susunya dulu ya.”
“Iya bu.”
“Kinan sudah gosok gigi? Sudah cuci kaki?”
“Sudah bu. Bu, besok ayah pulang kan?”
“Ya besok ayah pulang, untuk merayakan ulang tahun Kinan. Jadi sekarang Kinan tidur ya?”
Setelah menyelimuti Kinan dan mencium kening Kinan, Ibunya mematikan lampu dan meninggalkan kamar Kinan. Tapi Kinan masih juga belum tidur. Ia kembali meraih buku gambarnya yang ada dibawah bantal tidurnya. Buku itu adalah buku gambar Kinan selama ini ia gambar selama di bangku kelas 1. Itu adalah kado dari Kinan untuk ayahnya. Malam pun berlalu, hangatnya mentari yang menyinari pagi menyambut hari bahagia yang selama ini Kinan tunggu. Siang itu, setelah ia pulang sekolah, Kinan diajak Ibunya untuk membeli kue tart. Kinan bingung mamilih kue mana yang akan ia pilih. Setelah beberapa lama memilih, Kinan memilih kue coklat. Saat ibunya membayar dikasir, Kinan melihat seorang badut yang sedang membagikan balon kepada anak-anak kecil diseberang jalan. Lalu Kinan berlari menghampiri badut itu untuk meminta sebuah balon, akan tetapi Kinan tidak melihat kiri ataupun kanan jalan yang akan ia seberangi. Saat kinan berlari keseberang jalan, ada sebuah truk yang melintas, tapi di arah berlawanan dengan truk itu ada seorang pengendara motor yang ugal-ugalan. Sehingga, truk itu lepas kendali.. daaannn??......
Truk itu langsung menabrak Kinan dan menghempaskan tubuh mungil Kinan ke jalanan. Dan pengendara motor yang berlawanan arah dengan truk itu, meninggal seketika. Lalu, truk itu pun pergi. Lari dan tidak mau bertanggung jawab. Ibu Kinan langsung menjerit histeris melihat tubuh putrinya tergeletak di jalan. Dan masyarakat yang melihat kejadian itu, segera menelfon polisi dan ambulance.
Saat di dalam ambulance, Kinan sempat bertanya pada Ibunya.
“Ayah sudah pulang bu?”
“Kinan, sebentar lagi ayah pulang nak. Kinan yang sabar ya..”
Setelah berkata itu, Kinan mengalami kejang dan Yanti semakin histeris. Karena setelah beberapa saat kejang, Kinan menghembuskan nafas terakhirnya. Kinan meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah sakit, karena kehabisan darah.
Sore itu, Firman yang sudah selesai dengan pekerjaannya sampai dirumah. Dalam hati ia bertanya-tanya, kenapa rumahnya dipenuhi banyak orang. Sampai didepan pintu rumah, ada tetangga yang menepuk pundak Firman dan berkata. “Yang sabar ya, yang tabah.”
Firman semakin bertanya-tanya dalam hati. Saat sampai didalam rumah, melihat Yanti yang menangis histeris dan memeluk tubuh kecil Kinan. Firman limbung dan jatuh.
“Yan, Kinan kenapa?”
“Kinan telah pergi Yah, pergi untuk selamanya.”
Lalu Firman menjerit, menghampiri tubuh Kinan lalu memeluknya se erat-eratnya.
“Kinan, bangun Kinan. Ayah sudah pulang membawa boneka yang Kinan inginkan. Katanya kinan mau merayakan ulang yahn bersama ayah. Bangun Kinan, bangun.”
“Yah, sudah yah. Kinan sudah pergi.”
Sore itu, sore yang paling ditunggu Kinan dan ayahnya. Karena akan merayakan ulang tahun bersama. Namun semua berubah menjadi sore yang penuh duka karena Kinan telah pulang ke pangkuan-Nya.
Setelah beberapa hari berlalu, setiap hari Firman selalu datang ke pusara Kinan. Dan hanya bisa meratapi kepergian Kinan. Sore itu setelah pulang dari pusara Kinan, Firman masuk ke kamar Kinan dan duduk di atas ranjang Kinan. Ia membelai ranjang itu, mengusap-usap bantal Kinan. Firman melihat sebuah buku gambar dibawah bantal tidur Kinan. Lalu ia mengambil dan membuka buku itu. Itu adalah buku gambar, yang Kinan pakai setiap hari untuk menggambar dirinya dan ayahnya. Sampai di dua halaman terakhir, Firman menangis. Ia melihat gambar kue ulang tahun, yang disampingnya ada gambarnya serta Kinan. Tangisannya semakin menjadi saat membuka halaman terakhir. Karena di halaman terkhir, bukanlah sebuah gambar akan tetapi sebuah tulisan. Selamat Ulang Tahun ayah, Kinan sayang sekali sama ayah. Firman berulang kali membacanya sambil menangis dan dengan suara yang amat lantang.
Seperti layaknya Orang bijak berkata, seseorang sangatlah berarti saat ia tiada. Namun bagiku, itu semua salah. Karena saat kita menyayangi seseorang, entah dia ada atau tidak ada, dia tetaplah berarti. Tapi yang jelas, hargailah setiap detik kebersamaan dengan orang yang kita sayangi. Agar kelak saat mereka telah tiada, kita tidak menghabiskan waktu untuk mengenang menangisinya namun tersenyum saat mengingatya.
Johan S.